Sebagaimana kita pahami Indonesia sudah memberlakukan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro Kecil dan Menengah (SAK EMKM). Standar ini disusun untuk memenuhi kebutuhan pelaporan keuangan entitas mikro, kecil, dan menengah sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008. Dan lebih tegas lagi dinyatakan bahwa SAK EMKM disusun untuk mendorong dan memfasilitasi usaha kecil, mikro, dan menengah dalam menyusun laporan keuangan.
Disamping itu rerangka pelaporan keuangan SAK EMKM membantu UMKM dalam melakukan transisi dari pelaporan keuangan yang berdasar kas (cash basis) ke pelaporan keuangan dengan dasar akrual (accrual basis). SAK EMKM juga membantu UMKM untuk menerapkan SAK lain yang lebih komprehensif, seiring dengan perkembangan ukuran dan kompleksitas transaksi bisnis yang dilakukan. Jadi SAK EMKM ditujukan untuk digunakan oleh entitas yang tidak atau belum mampu memenuhi persyaratan akuntansi yang diatur dalam SAK ETAP.
Sebagai upaya dalam memberikan pemahaman kepada UMKM, gambaran penerapan SAK EMKM dalam suatu usaha jasa, dagang dan usaha manufaktur SAK EMKM yang diawali dengan penerapan cash basis kemudian disesuaikan menjadi acrrual basis. Oleh karena itu UMKM bisa menerapkan dengan double entry, atau yang lebih sederhana dan mudah menggunakan single entry.
Lalu, bagaimana dari sisi pemenuhan kebutuhan dana oleh UMKM? Untuk kebutuhan dana UMKM seharusnya memanfaatkan pinjaman yang berasal dari pemerintah, misalnya melalui perbankan dan melalui PT Permodalan Nasional Madani (Persero) atau PNM, yang hadir sebagai solusi peningkatan kesejahteraan melalui akses permodalan, pendampingan dan program peningkatan kapasitas para pelaku usaha.
Saat ini untuk memenuhi kebutuhan pendanaan jangka panjang, sudah ada equity crowdfunding, merupakan penyelenggara layanan penawaran saham yang dilakukan oleh penerbit untuk menjual saham secara langsung kepada pemodal melalui jaringan sistem elektronik yang bersifat terbuka. Dengan equity crowdfunding Indonesia 2021, investor dan pihak yang membutuhkan dana dapat dengan mudah dipertemukan melalui platform online. Selain itu, investor juga dapat memperoleh kepemilikan saham usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang tidak terdaftar di bursa.
Melalui Equity Crowdfunding (urun dana) maka impian perusahaan skala UMKM untuk mendapatkan penambahan dana modal melalui penjualan saham ke masyarakat akan menjadi kenyataan, melalui partisipasi masyarakat dalam pembelian saham maka UMKM akan mendapatkan sumber dana untuk ekspansi bisnis membesarkan usaha dengan kewajiban yang sangat ringan yaitu memberikan atau bagi hasil dari laba usaha. Pada dasarnya equity crowdfunding (ECF) hampir sama dengan investasi di pasar modal.
Ada penerbit (perusahaan yang menawarkan saham perusahaannya), penyelenggara layanan urun dana, dan pemodal (investor). Perbedaannya, penawaran saham dengan sistem ECF dilakukan oleh penerbit untuk menjual saham secara langsung kepada pemodal melalui sistem elektronik secara online, lalu yang diberikan kucuran dana atau selanjutnya disebut penerbit adalah perusahaan rintisan maupun UKM dengan jumlah modal tidak lebih dari Rp 30 miliar dan bukan merupakan perusahaan terbuka.
Berbeda dengan entitas bisnis yang besar, kebutuhan pendanaan jangka panjang dilakukan melalui Pasar Modal Indonesia dengan melakukan emisi saham ke publik yang kemudian diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. Untuk melakukan emisi saham di Pasar Modal Indonesia dibutuhkan persyaratan yang cukup berat untuk dipenuhi oleh UKM walau beberapa tahun yang lalu sempat diwacanakan. Jadi keberadaan ECF memberi peluang kepada UKM untuk berkembang pesat. Dan yang terpenting lagi pelaku UKM diajak menggali dan memaksimalkan potensi positif dengan optimisme, bersemangat, aktualisasi diri dan berdo’a sebagai modal spiritual pelaku UKM.
Perkembangan pesat dan ajakan menggali dan memaksimalkan potensi UKM ini yang mungkin tidak mudah untuk dilakukan oleh UKM selaku pengguna dana jangka panjang. Apalagi UKM sebagai pengguna dana juga harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau koperasi.
Disisi lain bagi penyedia dana (investor), investasi untuk pemula melalui ECF termasuk berisiko tinggi karena dengan membeli saham di ECF berarti investor sebagai penyedia dana dianggap telah menyetujui seluruh syarat dan ketentuan serta memahami semua risiko investasi termasuk resiko kehilangan sebagian atau seluruh modal.
ECF hanya bertindak sebagai penyelenggara urun dana yang mempertemukan pemodal dan penerbit (UKM), bukan sebagai pihak yang menjalankan bisnis (penerbit). Otoritas Jasa Keuangan bertindak sebagai regulator dan pemberi izin, bukan sebagai penjamin investasi. Memang setiap peluang pemenuhan kebutuhan dana atau sarana investasi bagi pemilik dana merupakan trade off yang harus dipertimbangkan secara matang oleh kedua pihak.
Jadi dari sisi pertanggungjawaban, UMKM sudah dipermudah dengan terbitnya SAK EMKM yang diberlakukan sejak 1 Januari 2018. Dari sisi pemasaran , UMKM dapat memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sebagai sarana pengembangan, sedangkan pemenuhan kebutuhan dana ada PT Permodalan Nasional Madani (Persero) dan equity crowdfunding Indonesia OJK yang juga memberikan pendampingan.
Untuk itu semua harus didukung oleh SDM UMKM yang kompeten. Semoga fasilitas ini akan mampu mendorong UKM go public sebagai sebuah langkah positif sehingga dapat menciptakan investasi, lapangan kerja dan pemerataan pertumbuhan ekonomi. Bagaimana menurut anda?